EXPEDISI MERBABU

Sabtu, 30 April 2011
Akhirnya........sempet juga nulis di blog...padahal nih cerita dah sebulan yang lalu, tapi gapapa,,,cekidot!!! ^^,


Pendakian merbabu, adalah misi kedua setelah aku dan temen2 berhasil menginjakkan kaki di puncak tertinggi gunung Ungaran sekitar Juli 2010 lalu. Pada akhirnya, misi kedua ini terlaksanan setelah kami berhasil mengelabuhi waktu disela-sela tugas utama kami sebagai seorang mahasiswa. Kami bersemblilan: Saya, Mai, Dwi, Guruh, Wahyu, Muklis, Ian, Wiwid, dan Rudy.

Jumat, 1 April 2011
Sekitar jam setengah sebelas, kami berdelapan minus Dwi barangkat dari Semarang menuju kota Salatiga untuk bertemu Dwi. Sebelum Jumatan kami bertemu di sebuah masjid dan menyewa perlengkapan camping di persewaan sebelah masjid. Setelah jumatan kami langsung meluncur ke alun-alun kota Salatiga untuk makan. Setelah itu, sekitar jam 2 siang kami berangkat ke Kopeng menuju posko pendakian di desa Cunthel. Perjalanan ke sana, kami sudah mulai diuji dengan hujan yang sangat deras sepanjang perjalanan. Hujan yang menerjang tubuh kami, dengan suhu yang sangat dingin menghantam wajah kami, membuat beberapa dari kami basah walaupun sudah pakai mantel. Sesampainya di pos juga masih hujan, wajah kami pucat, sampai bibir sampai berwarna biru gara-gara kedinginan. Sekitar satu jam kami di pos menunggu hujan agak reda. Kami membuat mie dan minuman panas untuk menghangatkan badan kami. Akhirnya, karena hujan tak kunjung berhenti, sekitar jam 5 kurang, kami nekat memulai pendakian dengan memakai mantel.

Perjalanan panjang dimulai. Hujan masih tetap saja mengguyur kami. Jalan di gunung cukup licin dan menanjak tiada henti. Sepanjang perjalanan kami hanya menemui jalan datar sekali, itupun cuma sekitar 10 meter dan setelah itu menanjak lagi. Perjalanan kami melewati Pos Bayangan 1, Pos Bayangan II, Pos 1 dan Pos 2. Tak henti-hentinya hujan turun disertai badai angin kencang. Kami menggigil, tangan kami mati rasa. Sesekali kami beristirahat sejenak untuk melepas lelah. Suara angin begitu kencang dan menakutkan di tengah hutan. Jika badai mulai datang, kami berusaha melindungi tubuh kami dengan berbalik ke belakang. Sekali kami makan roti untuk mengisi perut yang terasa begitu lapar karena energi kami tersita oleh jalan yang menanjak itu. Ketika malam mulai turun, kami pun menyalakan senter. memang agak ribet, dengan jas hujan yang cukup besar, barang bawaan yang berat, tangan kanan memegang senter, tangan kiri sebagai tumpuan untuk mendaki, ditambah hujan dan badai. Kadang beberapa dari kami terpelesat karena jalanan licin. Bahkan salang seorang dari kami mengalami nasib sial karena sandalnya putus, dan terpaksa mendaki dengan kaki telanjang. Setelah sekitar 4 jam mendaki, kira-kira jam 10 malam kami tiba di sebuah lahan datar untuk mendirikan tenda. Kami bertemu pendaki lain yang juga sudah mendirikan tenda disitu untuk bermalan. Pikiran ketua rombongan kami, tak memungkinkan mendirikan tenda di Pos 3 karena pos 3 tidak ada penghalang berupa pohon, dan kami akhirnya mendirikan tenda sebelum pos 3. Perjanan berat, tapi tak ada kata menyerah! Kami tak sempat mengambil gambar karena kondisi yang tak memungkinkan, walaupun sebenarnya sayang sekali untuk dilewatkan. Tapi, tak apalah.

Kami menggigil, celana kami basah dan penuh lumpur. Setelah tenda berhasil didirikan, kami berganti pakaian yang kering. Lalu kami menyalahkan kompor, membuat mie, dan istirahat. Dua tenda kami dirikan. Namun malangnya, bagian samping tenda yang satu bocor, hujan masih saja turun. Benar-benar tubuh kami serasa membeku. Lima orang yang berada di tenda 1 saling berdempetan dan menekuk kaki untuk menghindari air. Bahkan, air hujan merembes sampai ke dalam tenda, menambah dinginnya udara waktu itu. Tubuh kami mati rasa menyatu dengan udara yang membuat kami seperti mengalami hipotermia.

Sabtu, 2 April 2011
Tengah malam ketika hujan mulai reda, aku dan salah seorang teman terpaksa keluar tenda untuk mencari kehangatan bara api yang masih menyala, peninggalan pendaki lain yang lebih dulu melanjutkan perjalanan. Namun, hujan kembali turun dan terpaksa kami masuk ke dalam tenda. Di tenda 2 sudah tak ada suara, mungkin teman-teman sudah tidur. Kami yang ditenda 1 kembali berkumpul, kami duduk, mein tebak-tebakan, foto-foto. Sampai akhirnya, jam 4 beberapa dari kami bisa tidur dan hanya seorang yang tidak tidur karena badannya menjadi alas kapala kami untuk tidur, yang pada akhirnya membuat ia sakit di pagi hari.

Pagi harinya, kami membuat minuman panas untuk menghangatkan tubuh kami. Udara masih sangat dingin. Di samping tenda 2 kami ternyata ada tenda lagi, yaitu pendaki lain yang mendirikan tenda setelah kami. Sekitar jam 7 pagi, kami akan melanjutkan perjalanan. Salah seorang dari kami terpaksa tinggal di tenda karena sakit. Kami berdelapan terus mendaki sampai mencapai pos 3. Dilanjutkan lagi mendaki sampai pos 4, dengan tanda tower milik TNI AD. Perjalanan menghabiskan waktu kurang dari 2 jam, dengan rute yang labih menanjak. Tanjakan tanah merbabu sungguh ekstrim. Aku berfikir, ternyata mendaki gunung ungaran lebih mudah daripada gunung merbabu. Kami selalu ditantang dengan jalan yang menanjak, sedangkan ungaran lumayan karena masih ada jalur yang datar. Namun, pemandangan sepanjang merbabu jauh lebih hebat daripada ungaran. Walaupun tertutup awan, kami bisa melihat gunung sindoro dan sumbing di sebelah kanan berdiri dengan gagah seakan menantang untuk didaki. Mereka seperti sejajar dengan kami. Terlihat gunung Slamet, gunung lawu, gunung telomoyo, rawa pening terbentang luas. Dan, kami melihat gunung ungaran dengan jelas, puncak dimana kami pernah berdiri mengibarkan sang merah putih disana. Ya, kami ternyata sudah lebih tinggi dari itu, mungkin sudah berada di ketinggian 3000m dpl. Aku hampir tak percaya, tapi inilah kenyataannya. Sepanjang perjalanan, hamparan pohon bunga eidelweis menyambut kami berserta bunga-bunga lain yang hanya ada di gunung. Sangat indah, namun kami tak boleh memetiknya.

Setelah sampai di tower pos 4, kami mulai berfoto bersama. Lelah yang kami rasakan tak lagi terasa, terbalas dengan pemandangan yang sangat menakjupkan. Lembah yang hijau terhampar sempurna di sekeliling kami. Pucuk sumbing dan sindoro terlihat mejulang, sepertinya ketinggian kami hampir sama. Gumpalan awan padat dan putih bersih mengelilingi kami. Kami berada di atas awan. Gunung, lembah, bukit dan awan terlihat jelas di depan kami, sangat sempurna. Aku tak dapat berkata-kata waktu itu, kecuali memuji kebesaran Tuhan. Tak semua orang bisa menyaksikan ini. Di depan kami, puncak kedua gunung merbabu terlihat menjulang, yaitu Puncak Syarif. Di belakangnya masih ada puncak merbabu tertinggi, yaitu Kenteng Songo. Namun, mengingat waktu yang semakin siang, kami memutuskan untuk berhenti sampai disini, kami khawatir jika harus turun ketika malam hari dan hujan, akan sangat berbahaya. Setelah berfoto-foto, kami pun turun ke tempat kami mendirikan tenda. Sepanjang perjalanan, kami bertemu dengan orang-orang asing dari berbagai negara yang sedang mendaki untuk mencapai puncak Merbabu. Kami selalu menyapa mereka, ada yang dari AS, Australia, Austria, Japang, Vietnam, dsb. Ternyata kebanyakan dari mereka sudah lancar berbahasa Indonesia. Kami turun dengan semangat 45 dan menempuh waktu sekitar 1 jam. Tapi, kami terpisah menjadi 2 rombongan. 4 orang yang lain sudah lebih dulu meninggalkan kami. Maklum, aku dan satu lagi temanku perempuan, jadi tidak bisa secepat mereka.

Sesampainya di tempat kami menginap semalam, ternyata tenda sudah dibereskan. Kami bersiap-siap pulang, setelah semua sampah kami bakar. Kemudian, setelah berdoa bersama segera saja kami meluncur jam 11.05 siang. Di tengah perjalanan, sesekali kami beristirahat sambil menikmati pemandangan. Beruntung tidak hujan, namun juga tidak terlalu cerah. Di tengah perjalanan, kami beristirahat dan memasak mie. Menikmati makan disela perjalanan di tengah hutan seperti ini terada begitu nikmat tiada tandingannya. Lalu, setelah sekitar setengah jam kami cukup kuat, kami pun kembali berjalan turun menuju pos pendakian. Tak jarang dari kami terpelesat dan tergelincir karena turunan yang tajam dan tanah yang licin bekas guyuran air hujan. Jadi, untuk menghindarinya kami harus menginjak jalan berumput dan memagang batang pohon. Tak masalah, inilah hal yang mengasyikkan, sekali-sekali terjatuh. kakiku bahkan sampai lecet karena terkena duri dan batu.

Tepat 3 jam kami sampai di pos. Kaki kami pegal, tapi tak begiti kami rasakan. beberapa dari kami ada yang mandi disana. Setelah cukup beristirahat sebentar, kami berencana langsung pulang. Cuaca mendung dan hujan gerimis, dan akhirnya kamipun pulang ke Semarang dengan perasaan yang tak teruangkapkan!

Kawan-kawan Oplok2 Community, bagaimana kesan kalian??
Coba ya kita bisa sampai puncak tertinggi, akan lebih puas,,!!!

Kebersamaan dengan kalian tak akan pernah ku lupakan. Kita tembus benturan hujan dan terjangan badai. Namun, semangat yang tak pernah padam menjadi pembuktian bahwa kita bisa melaluinya bersama!!!

Ungaran dan Merbabu telah kita capai!

Next,, Kapan kita bisa berdiri di tanah tertinggi pulau Jawa??? Sang MAHAMERU!!!!!!

0 komentar:

Posting Komentar