DUNIA HURUF

Selasa, 09 April 2013


Lama sekali rasanya aku ingin kembali menulis, entah itu tulisan penting ataupun nggak penting, nggak masalah. Toh, sejauh ini juga tulisanku lebih banyak yang nggak bermutu, memprioritaskan kesenangan daripada ejaan dan tata bahasa yang baik. Masa sekolahku yang dulu penuh dengan dunia menulis, spontan meluapkan apa yang ada di pikiran. Masa SDku yang suka menulis cerita yang bagiku sekarang sangat menggelikan, dengan memotong kertas menjadi empat bagian, dan menjadikannya sebuah buku kecil. Di dalamnya penuh dengan cerita-cerita fiksi dan gambar tentang dunia khayalan anak-anak, tentunya sangat nggak logis bagiku sekarang. Bahkan, ketika itu aku menemukan “catatanku”, rasanya nggak tahan untuk menahan tawa geli dan kagum juga akan kehebatanku waktu itu. *cih. Masa SMPku kumulai dengan menulis beberapa cerpen yang tidak pernah jadi sepenuhnya, yang selalu terputus karena ketidaksanggupanku melanjutkan cerita dan merangkai kata-kata. Aku mulai malas, dan paling yang kutulis hanya sekedar diary nggak penting, yang ketika aku baca kembali selalu kusobek kertas itu, lalu ku lempar saja ke tempat sampah karena isinya yang nggak penting banget. Paling juga pikiranku kutuangkan pada binder teman yang minta diisi biodata dan deskripsiku tentang mereka. Herannya, aku senang dengan semua itu. Jaman ketika ABeGe katanya, dan awal dari permulaan pencarian jati diri yang sampai sekarang tak kunjung ketemu.

Dan awal SMA kembali kuingin bisa menulis, sampai akhirnya kuputuskan untuk mengikuti sebuah kegiatan ekstrakulikuler di bidang jurnalistik dan pembuatan majalah sekolah. Biqrpun disana aku ditempatkan lebih kepada bagian humas, dan bukan reporter, tapi tak apalah. Disana aku bisa lebih berkembang, mengenai kode etik jurnaslistik, bagaimana menulis sebuah artikel maupun pemberitaan dan sebagainya. Beruntung sekali kala itu, malalui media sekolah ini aku bisa bertemu langsung dengan penulis-penulis hebat di kota kelahiranku, saling berbagi dalam hal tulis-menulis. Sampai akhirnya pernah ku ikuti lomba penulisan cerpen tingkat kabupaten, dan peluang itu tak ku sia-siakan. Perjuangan begitu keras, pinjam computer teman, dan harus mengulang cerita karena ternyata disket –pada masa itu- terserang virus mematikan yang membuat semua file corrupt tak berbekas. Tapi, itulah sebuah perjuangan bagaimana aku harus terus menulis dan menulis. Sampai akhirnya tiba saat penjurian, dan hasilnya bahkan cerpenku tak masuk nominasi. Yaiyalah, aku bukan orang berbakat menulis, yang hanya kuanggap sebagai hiburan saja. Tapi, aku yakin Tuhan tak akan membiarkan makhluknya yang unyu ini selalu sial, disitulah pula aku dipertemukan dengan seorang penulis hebat, Ahmad Tohari. Seorang sastrawan penulis novel Ronggeng Dukuh Paruk, yang bahkan sebenarnya akupun belum pernah membaca novelnya secara langsung, hanya sekedar resensi dan aku menyimpulkan itu karya yang keren.
Anyway, biarpun menulis bukan sebuah hobi, tapi aku sangat suka membaca dan bersahabat baik dengan buku. Lebih tepatnya novel. Dari TK aku sudah bisa membaca, ketika SD setiap minggu selalu kubaca majalah Bobo warisan kakak sepupuku . Mulai SMP sampai SMA aku selalu hobi ke perpustakaan, sebuah tempat ternyaman dan teraman –menurutku-. Kala itu, saat SMP sekolahku berhadapan dengan Perpusda Kabupaten, jadi setiap pulang sekolah selalu kesempatkan kesitu. Masa itu, aku sangat mengidolakan Hilman Hariwijaya dan RL Stine. Hampir semua novel bertitle Lupus, Olga dan Vanya garapan Hilman ludes kubaca, bahkan kala itu aku suka sekali menirukan ucapan dan kebanyolan Lupus, Gusur, Boim dan Lulu. Hahaha. Berani kujamin novel komedi yang satu itu beneran kocak. Sayang sekali, sekarang sudah jarang kutemukan novel-novel gokil itu. Aku juga penggemar berat Goosebumps-nya RL Stine, cerita seram tapi sama sekali aku tak takut, karena hantunya bukanlah pocong atau kuntilanak. Hehehe.




Saat SMA, hobiku membaca semakin menjadi-jadi. Biarpun sudah jauh dari Perpusda, tapi perpus sekolahku amazing dan sangat lengkap mengoleksi novel. Tiap jam kosong, perpus adalah tempatku bernaung. Kadang juga aku tidur disana, atau paling cuman nonton tv atau film. Tapi, kesempatan membaca tak pernah absen, walau hanya sekedar membaca tabloid Bola, Soccer, Aneka Yes, Gadis dan Hai. Tak pernah telat kulewatkan tiap edisi majalah dan tabloid itu karena langganan sekolahku tiap terbit,,hehe. Tak lupa, setiap kali pulang selalu kupinjam novel, walaupun kadang harus waiting list, aku sabar banget nunggu giliran. Entah kenapa aku nggak suka dengan novel Agatha Christie dan Marga T yang terpampang berjejer di rak perpus. Aku lebih memilih JK Rowling dan Dan Brown. 7 Seri harry Potter dan 4 seri karangan Dan Brown sudah ludes kubaca. Korbannya adalah mataku yang akhirnya harus berkacamata. Yah, they are amazing author! Novel-novel hebat dengan imajinasi luar biasa. Tapi anehnya, sekali aku baca Lord of The Rings, tak bisa aku selesaikan bahkan untuk satu buku. Bahasanya terlalu rumit. Jadi, kadang ketika aku dalam daftar tunggu pinjem novel itu, kubaca aja novel rinagn seperti Teenlite yang sudah berapa puluh judul kubaca, dan sedikit novel religi seperti Ayat-Ayat Cinta dan Olin. Biarpun begitu, beneran aku nggak suka komik. Aku hanya baca beberapa komik sewaktu SMP di Perpusda, dan setelah itu aku nggak suka, karena komik membatasi ruang imajinasiku.



Semenjak kulaih, aku terlalu sibuk dengan duniaku, bahkan aku tak bisa lagi menulis, kecuali untuk paper dan tugas kuliah lainya. Membaca juga hanya sekali saja. Rasanya kemampuanku utuk dua hal itu menguap begitu saja, tak berbekas. Aku hanya membaca novel, sesekali. Tak terhitung sampai sepuluh novel dalam kurun waktu empat tahun aku kuliah. Payah banget. Akupun mulai kehilangan kemampuanku menulis. Rasanya kaku ketika aku ingin mengungkapkan sesuatu dalam sebuah tulisan. Pikiranku terpenjara, dan kubiarkan ide-ide ini menguap perlahan. Aku bisa menulis ketika aku sangat sangat ingin, itu saja.
Tapi aku tahu, menulis itu memang sebuah kesenangan yang tidak bisa dipaksakan. Menulis bisa membantu pikiran kita, kita seakan-akan bisa membagi kepada semua orang apa yang ingin kita katakan, tanpa harus berkata langsung. Menulis adalah kebebasan, kemerdekaan untuk bisa berbuat dalam rangkaian kata, menuangkan imajinasi dan berbagi perasaan kepada yang membaca. Sejatinya aku memang tak berbakat dalam menulis, tak bisa merangkai kalimat indah yang enak dibaca dan dinikmati. Aku tak butuh aturan dalam menulis, tak butuh kata-kata yang bagus, indah, puitis dan inspiratif. Yang aku butuh hanyalah keleluasaan ekspesi dan “feel”. Terserah orang mau bilang apa tentang semua tulisanku. That’s my World!

-tulisan amburadul ini dibuat selama 1 jam pas nggak ada kerjaan di kantor-

2 komentar:

  1. huda rahadian mengatakan...:

    Wah, bakatmu udah keliatan sejak SD ya Riz. Terus disalurkan dunk. Aq aja baru mulai minat nulis sejak akhir SMA. Iya, nulis yang penting jujur. Lama-lama bisa dapat feel bahasanya sendiri. Tetep harus ada target dalam nulis biar semakin lama tulisannya berkualitas. Dulu targetku tembus di media, udah tercapai. Sekarang targetku kalo bisa jadi buku atau naskah. So, tetep harus terus diasah...

  1. RESPIRATORIZKA mengatakan...:

    @Aan: haha..bukan bakat nih bro, tapi pelarian dan iseng doank. Masalah nulis mah bagusan ente, ane cuman asal nulis doank :D. Noh, bakat ente asah terus aja, kali aj bisa naik cetak.

Posting Komentar